Kamis, 21 Februari 2013
SEKOLAH BEDA DENGAN YANG LAIN
Kamis, 13 Desember 2012
www.smappkn.sch.id
Senin, 27 Oktober 2008
Press realise
Kepada YTh,
Pimpinan redaksi Harian Umum
Di
Tempat
Peryataan sikap
KPU HARUS TRANSPARAN
POLDA HARUS MENINDAK OKNUM
Menjelang Pemilihan Calon Legislatif dan Pemilihan Presiden Wakil Presiden 2009 mendatang, adalah pesta demokrasi yang berlangsung secara jurdil dan luber, karena para Caleg dan Capres Cawapres akan di tentukan oleh suara masyarakat secara langsung. Hal ini membuktikan bahwa proses demokrasi berlangsung di bangsa kita, artinya semua warga berhak memilih atau dipilih tanpa ada paksaan dari pihak manapun.
Proses demokrasi agar tidak kebablasan, maka diatur mekanisme dan perundang-undangan yang di jalankan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) serta di awasi Panwaslu dari tingkat nasional sampai tingkat daerah. Begitupun mereka yang menghendaki Caleg sudah seharusnya mendaftarkan pada KPU melalui partainya serta mengikuti mekanisme administrasi yang telah di gariskan pada peraturan yang berlaku. Mekanisme itu menjadi tugas dan wewenang KPU, masyarakat bisa mengawasi melalui Panwaslu tanpa ada tendensi kepentingan politik yang menguntungkan dan merugikan golongan tertentu. Tentunya segala urusan yang sifatnya administratif semua di serahkan kepada KPU, jika ada kekeliruan atau kekurangan, itu semua sudah menjadi tugas KPU untuk mengembalikan masalah tersebut kepada para caleg.
Menyikapi Caleg Bermasalah pada pemilu mendatang pada KPU Jawa Barat, Prinsipnya Gerakan Mahasiswa Merah Putih (GMMP) Provinsi Jawa Barat, mendorong KPU untuk transparan jika terdapat caleg tidak memenuhi persyaratan administrasi serta uji kelayakan. Namun tidak kemudian menjustitifikasi para caleg itu bermasalah, tanpa dibuktikan kebenarannya. Sehingga yang muncul hanyalah tendensi politik, sekedar ingin menjatuhkan lawan politik. Jika hal itu terjadi, maka semua itu bisa termasuk FITNAH, hukumnya DOSA. Bagi mereka sebagian golongan menyerang dengan alat finah maka sudah termasuk pada politik tidak sehat.
Berkenaan dengan pernyataan Keluarga Mahasiswa Jawa Barat (Kemas Jabar) kepada KPU Jawa Barat, Selasa (
Selanjutnya DPD GMMP Provinsi Jawa Barat menyerukan pernyataan sikap:
1. Mengajak kepada masyarakat agar tidak terjebak, terprovokasi oleh politisi tidak sehat yang selalu menyebarkan fitnah.
2. Mendesak KPU Jawa Barat untuk transparan dalam inpormasi, berkenaan hasil verifikasi administrasi caleg atau persaratan yang lainnya kepada masyarakat jawabarat.
3. Meminta KAPOLDA Jawa Barat menindak Kemas Jabar yang bertindak fitnah dan melakukan pencemaran nama baik.
4. Mendesak kepada Kemas Jabar untuk bertanggung jawab atas apa yang di lakukan kepada H. Rudi Harsa Tanaya.
5. Menghimbau kepada semua pihak untuk sama-sama menjaga etika demokrasi, baik dalam menyampaikan aspirasi tanpa ditunggangi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
DEWAN PENGURUS DAERAH
GERAKAN MAHASISWA MERAH PUTIH (GMMP)
PROVINSI JAWA BARAT
Rabu, 07 Mei 2008
press releass
Politisi Muda Harus Memimpin
dan Berpihak Pada Pemuda
Menjelang pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Bandung jika tidak ada aral melintang akan diselenggarakan Agustus 2008 mendatang, Pilkada tingkat Kab/Kota untuk penyelenggaraan di Kota Bandung baru pertama kalinya pemilihan walikota/wakil walikota diselenggarakan secara langsung. Hal ini membuktikan bahwa bangsa kita sedang candu demokrasi, meskipun pasca pilkada berdampak terhadap masyarakat Kota Bandung.
Dampak positif dimana Walikota/Wakil Walikota dipilih oleh rakyat secara langsung sehingga tidak ada lagi pribahasa membeli kucing dalam karung. Ditambah rakyat diberikan kebebasan sepenuhnya dalam memilih kepala daerahnya secara Jujur adil (jurdil) dan langsung bebas rahasia (luber). Dampak negatifnya, intrik perpecahan, saling menghujat, bermusuhan, demo besar-besaran kerap terjadi disetiap pasca Pilkada diberbagai daerah. Adapula pasca Pilkada yang berlangsung secara aman dan damai, keberlangsungan secara damai dan aman tentunya akan menjadi harapan besar masyarakat
Berbicara pemilih di Kota Bandung, yang didalamnya mereka pegawai negeri, swasta, buruh, petani, kaum pinggiran dan lain-lainya, bagi mereka yang terdaftar sebagai pemilih sudah tentu memiliki kesempatan menentukan kepala daerah dan menentukan nasib Kota Bandung kedepannya.
Daftar pemilih di Kota Bandung, suara produktif salah satunya adalah kelompok muda, mereka pemilih pemula atau mereka yang masih duduk dibangku sekolah, bangku perkuliahan, ada juga mereka yang tidak melanjutkan sekolah tapi mereka aktif dengan pekerjaannya, bahkan adapula mereka yang aktif di organisasi kepemudaan baik Karang Taruna di tingkat RT/RW/Kelurahan atau mereka biasa aktif di Masjid-masjid bersama Ikatan Remaja Masjid (IRMA)nya. Sudah dipastikan suara mereka sangatlah menentukan dalam keberlangsungan Kota Bandung kedepan.
Dalam kesempatan ini, Kami yang terhimpun dalam Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Perhimpunan Mahasiswa dan Pemuda Islam (Permapis)
1. Keterwakilan kaum muda pada Pilwalkot Kota Bandung menjadi sebuah keharusan untuk mewakili dan agar berpihak kepada kaum muda dengan semangat juang mudanya.
2. Meminta semua akademisi (Dosen, guru, prakitisi pendidikan) agar lebih konsentrasi memikirkan dan berbuat sesuatu untuk pendidikan berkualitas.
3. Serahkan dan berikan kepercayaan Cawalkot Kota Bandung kepada kaum politisi muda.
4. Meminta kesediaan Aat Syafaat Khodijat selaku Politisi Muda sanggup berkomitmen membangun Kota Bandung dan berpihak kepada Kaum Muda, melalui calon Wakil Walikota Bandung.
DPD PERHIMPUNAN MAHASISWA DAN PEMUDA ISLAM (PERMAPIS)
Ttd ttd
HENDRA MUHAMAD SOFYAN MAHMUD ABDUL GHANI
KETUA UMUM SEKRETARIS UMUM
Artikel
Membangun Democratic Civility
menjaring Kepala Daerah berkualitas.
Oleh : Imam Syafe’i
Pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, atau sering disebut Pilkada adalah pemilihan umum untuk memilih Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung di Indonesia oleh penduduk daerah setempat yang memenuhi syarat. Gubernur dan Wakil Gubernur untuk provinsi, Bupati dan Wakil Bupati untuk kabupaten dan walikota dan Wakil Walikota untuk
Pelaksanaan Pilkada langsung tersebut sebenarnya bukan hanya akan mengeleminir konspirasi-konpirasi antar elit politik yang selama ini selalu mendominasi proses seleksi pemilihan kepala daerah (walikota/bupati) dengan menegasikan aspirasi masyarakat melalui aktor-aktor keterwakilan di DPRD, namun juga membuka peluang tampilnya pemimpin-pemimpin daerah berkualitas yang mampu menjadi motor reformasi di tingkat birokrasi.
Menurut Elizabet Santi, pemberlakuan aturan pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung itu belum tentu bisa menjamin akan mampu menjaring kepala daerah berkualitas dan mendorong terjadinya reformasi di tingkat birokrasi. Karena menurut Elizabet Santi, ada beberapa kendala krusial yang bisa menghambat terwujudnya pilkada langsung demokratis, yaitu : pertama, Lembaga Demokrasi belum menjadi alat demokrasi yang baik. Kedua, Sifat Partisipasi politik masyarakat masih tradisional. ketiga, Aturan hukum Pilkada langsung masih lemah.
Permasalahan tersebut berpotensi menimbulkan benturan-benturan kepentingan antar
Langkah selanjutnya, sanggupkah semua elemen demokrasi ditingkat lokal siap menata diri dan menghilangkan perilaku-perilaku anti demokrasi guna membangun semangat democratic cinility (keadaban demokrasi) untuk mewujudkan pilkada demokratis dan menjaring kepala daerah berkualitas dalam rangka mewujudkan Governance reform ?
Tampilnya kepala daerah berkualitas sudah menjadi kebutuhan cukup mendesak bagi proses pembaharuan di
Dalam konteks ini, peran Panwalu sangat penting. Sehingga Panwaslu perlu meningkatkan kinerja secara maksimal dalam mengawasi penyelenggaraan Pilkada agar tidak terjadi lagi, benturan-benturan kepentingan antar masa pendukung calon kepala daerah, Prilaku-prilaku anti demokrasi, praktik Money politics dan Tekanan Politik praktis. Hal itu bisa diminimalisir dengan adanya semangat democratic civility (keadaban demokrasi) sehingga proses pilkada dapat menciptakan kepala daerah yang berkualitas.
Dalam keberlangsungan tersebut perlu adanya strategi Pengawasan dalam mewujudkan pilkada yang jujur adil, langsung umum dan bersih. Adapun strategi yang dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Membuat kebijakan strategis dan perencanaan program pengawasan yang efektif.
Kebijakan ini diperuntukan bagi pengawas dalam melakukan kerja dalam Pilkada, dengan menyusun kebijakan diharapkan dapat melakukan kinerja yang sistematis dan terarah pada keberhasilan pilkada.
2. Memperkuat hubungan interaksi internal dan eksternal.
Dalam hal ini pengawas dipandang perlu untuk memperkuat komitmen dalam melakukan kinerja kedepannya, dan itu perlu adanya hubungan harmonis antara pengawas. Selain memperkuat hubungan internal diperlukan hubungan baik baik dengan semua lapisan masyarakat, baik KPU, DPRD, Pemerintah, OKP, Ormas dan lapisan masyarakat lainnya.
3. Mengawasi dan mendorong kinerja KPU
Pengawasan terhadap KPU adalah sebuah kewajiban yang perlu dilakukan, selain itu kehadiran Panwaslu sebagai pressure dan controling yang dapat mendorong KPU bekerja yang lebih baik. Mengawasi KPU agar tidak terjadi Tekanan Politik dari berbagai parpol, serta memantau KPU agar terhindar adanya mark up di tubuh KPU.
4. Melakukan kinerja yang koorperatif dengan masyarakat.
Apapun yang terjadi dilapangan suatu hal yang tidak bisa dilepaskan dari keterlibatan masyarakat. Dalam hal ini pengawasan akan lebih berjalan jika melibatkan masyarakat dilapangan. Sehingga keberlangsungan pilkada tidak menimbulkan dampak negatif seperti; money politics, KKN, Tawuran antar pendukung, saling menghujat antar calon, adanya intervensi dari orang luar atau yang lainnya yang dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat.